Skip to main content

Makna Tindakan Larung dalam Novel Larung Karya Ayu Utami: Kajian Hermeneutik versus Intensionalisme

Pendahuluan

1. Latar Belakang

Novel Larung karya Ayu Utami sebagai bagian dari sastra pascareformasi mengangkat tema kompleks, termasuk spiritualitas, politik, dan budaya.
Tindakan larung dalam novel menjadi simbol penting yang menyiratkan makna mendalam, sehingga layak dianalisis menggunakan pendekatan hermeneutik dan intensionalisme.
Kajian ini bertujuan memahami bagaimana tindakan larung dimaknai dari perspektif pembaca (hermeneutik) dan pengarang (intensionalisme).

2. Rumusan Masalah

Apa makna tindakan larung dalam novel Larung berdasarkan kajian hermeneutik?
Bagaimana makna tersebut jika dianalisis melalui intensionalisme, yaitu menafsirkan niat pengarang?
Bagaimana perbandingan antara dua pendekatan tersebut dalam memahami simbol larung?

3. Tujuan Penelitian

Menginterpretasikan tindakan larung dalam novel Larung melalui hermeneutik.
Menganalisis tindakan tersebut berdasarkan intensionalisme.
Membandingkan hasil kedua pendekatan untuk menemukan perspektif yang lebih kaya.


---

Landasan Teori

1. Hermeneutik

Merujuk pada teori interpretasi Hans-Georg Gadamer dan Paul Ricoeur. Hermeneutik menekankan bahwa makna teks berkembang melalui dialog antara pembaca dan teks.

Fokus pada konteks pembaca modern dan keterlibatan subjektivitas dalam menafsirkan simbol larung.

2. Intensionalisme

Berakar pada teori E.D. Hirsch, yang menyatakan bahwa makna teks bergantung pada niat pengarang.

Pendekatan ini mengeksplorasi bagaimana Ayu Utami menyusun simbol larung berdasarkan wawancara, esai, atau catatan lain yang mengungkap maksudnya.

3. Tindakan Larung Sebagai Simbol

Larung sebagai tradisi dalam budaya Jawa memiliki makna spiritual (pelepasan, purifikasi). Dalam novel, tindakan larung dimodifikasi menjadi simbol yang mencerminkan konflik batin, identitas, dan hubungan sosial-politik.


---

Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis teks.


2. Sumber Data

Data utama: Novel Larung karya Ayu Utami.
Data sekunder: Artikel, wawancara, dan ulasan yang membahas novel serta perspektif pengarang.


3. Tahapan Penelitian

Membaca mendalam novel untuk mengidentifikasi tindakan larung.
Menganalisis menggunakan hermeneutik dan intensionalisme.
Membandingkan hasil kedua pendekatan.


---

Pembahasan

1. Makna Hermeneutik

Berdasarkan hermeneutik, tindakan larung dimaknai sebagai simbol perjuangan personal dan kolektif terhadap trauma dan penindasan.

Teks membuka ruang interpretasi yang luas, termasuk makna feminisme, spiritualitas, dan kritik sosial.


2. Makna Intensionalisme

Berdasarkan intensionalisme, tindakan larung mencerminkan niat Ayu Utami menyampaikan pesan tentang pembebasan dari belenggu tradisi patriarki dan dogma agama.

Niat pengarang juga mencakup kritik terhadap kekuasaan politik dan militer di era Orde Baru.


3. Perbandingan Kedua Pendekatan

Hermeneutik menawarkan makna yang kontekstual dan dinamis, sementara intensionalisme memberikan fokus pada pesan spesifik yang diinginkan pengarang.

Keduanya saling melengkapi: hermeneutik memberi ruang pembaca untuk menemukan makna baru, sedangkan intensionalisme membantu memahami maksud awal teks.


---

Kesimpulan

Tindakan larung dalam novel Larung memiliki makna yang beragam tergantung pada pendekatan yang digunakan.

Hermeneutik mengungkap makna pembebasan dan dialog antarbudaya, sementara intensionalisme mengarahkan pembaca pada pesan pengarang tentang perjuangan melawan hegemoni.

Keduanya memperkaya pemahaman terhadap simbol larung sebagai elemen naratif dan filosofis dalam karya Ayu Utami.


Daftar Pustaka

Utami, Ayu. Larung. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2001.

Gadamer, Hans-Georg. Truth and Method. London: Bloomsbury Academic, 2013.

Ricoeur, Paul. Interpretation Theory: Discourse and the Surplus of Meaning. Fort Worth: TCU Press, 1976.

Hirsch, E.D. Validity in Interpretation. New Haven: Yale University Press, 1967.

Popular posts from this blog

Quotation from Truth and Method

"Time is no longer primarily a gulf to be bridged, because it separates, but it is actually the supportive ground of process in which the present is rooted. Hence temporal distance is not something that must be overcome. This was, rather, the naive assumption of historicism, namely that we must set ourselves within the spirit of the age, and think with its ideas and its thoughts, not with our own, and thus advance towards historical objectivity. In fact the important thing is to recognise the distance in time as a positive and productive possibility of understanding. It is not a yawning abyss, but is filled with the continuity of custom and tradition, in the light of which all that is handed down presents itself to us." (Gadamer 1975: 264f.) "Understanding is not to be thought of so much as an action of one's subjectivity, but as the placing of oneself within a process of tradition, in which past and present are constantly fused." (Gadamer 1975: 258) "The ...

transforming the cogntive knowledge

Impact on the state's economic growth and increased development in areas perceived lack of passion, especially passion to improve or expand its business wing. It is characterized by operating activities in the region has not been able to address the problems of unemployment and poverty and jittery local businessmen with government policy on ASEAN Free Trade Area / AFTA in 2010. While looking at all forms of economic enterprise that was founded by entrepreneurs in the form of small and large businesses have a common goal, as reflected in the Basic Law 45 is the realization of prosperity with justice for all Indonesian people, and increasing the quality of people and communities in Indonesia, while enhancing self-reliance as nation. Weak passion is understood one of the logical consequence of the lack of transformation in combining business knowledge or synergy potential. In other words the lack of communication between local businessmen with businessmen outside the area (national an...

Makna Tindakan Larung dalam Novel Larung Karya Ayu Utami

Novel Larung (2001) karya Ayu Utami merupakan lanjutan dari Saman yang mempertajam eksplorasi kebebasan individu, spiritualitas, dan kritik sosial-politik pascareformasi. Novel ini penuh dengan simbol dan metafora yang menggambarkan pergulatan batin tokoh-tokohnya dalam menghadapi trauma, seksualitas, dan ideologi. Salah satu simbol paling menonjol dalam novel ini adalah tindakan "larung," sebuah konsep yang dalam budaya Jawa sering dikaitkan dengan ritual pelepasan atau pembersihan spiritual. Tindakan larung dalam novel ini menjadi titik tolak bagi berbagai interpretasi: apakah ia merupakan bentuk penolakan terhadap nilai-nilai tradisional, bentuk perlawanan politik, atau justru pencarian makna spiritual yang lebih dalam? Melalui pendekatan hermeneutik dan intensionalisme, kritik ini akan membandingkan bagaimana makna tindakan larung dapat dipahami dari sudut pandang pembaca dan niat pengarang. Simbol Larung: Antara Pelepasan dan Perlawanan Dalam tradisi Jawa, upacara larung...