Skip to main content

Dana Hibah Ormas vs. Pendidikan Swasta: Menata Ulang Prioritas Anggaran Negara


Oleh: Syamsul Maarif, SS. M.Pd

Pendidikan merupakan pilar utama dalam pembangunan bangsa. Namun, dalam praktiknya, alokasi anggaran negara sering kali tidak mencerminkan prioritas tersebut. Fenomena ini terlihat dari besarnya dana hibah yang dialokasikan untuk organisasi kemasyarakatan (ormas), sementara pendidikan swasta yang berperan penting dalam mencerdaskan anak bangsa sering kali terabaikan. 

Anggaran Pendidikan: Besar Namun Belum Merata

Pemerintah Indonesia mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp665,02 triliun pada tahun 2024, setara dengan 20% dari total belanja negara. Angka ini mengalami peningkatan 7% dibandingkan tahun sebelumnya, sesuai dengan amanat UUD 1945 dan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Alokasi tersebut difokuskan pada beberapa program utama, seperti perluasan wajib belajar, bantuan pendidikan melalui Program Indonesia Pintar (PIP), dan penguatan pendidikan vokasi. Namun, realisasi di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar dana tersebut terserap oleh sekolah negeri dan program-program besar, sementara sekolah swasta yang melayani masyarakat akar rumput kerap terpinggirkan dari perhatian anggaran. 

Sekolah Swasta: Garda Depan yang Terabaikan

Sekolah swasta memainkan peran vital dalam sistem pendidikan nasional, terutama di daerah-daerah yang belum terjangkau oleh sekolah negeri. Mereka sering kali menjadi satu-satunya pilihan bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Namun, dukungan dari pemerintah terhadap sekolah swasta masih sangat terbatas. 

Banyak sekolah swasta menghadapi tantangan serius, seperti kekurangan dana operasional, infrastruktur yang minim, dan kesejahteraan guru yang rendah. Mereka juga dibebani berbagai standar mutu dan kurikulum yang sama dengan sekolah negeri, tanpa dukungan sumber daya yang sepadan. Situasi ini menimbulkan pertanyaan: mengapa negara lebih mudah memberikan hibah kepada ormas ketimbang membantu sekolah swasta yang nyata-nyata mendidik anak bangsa? 

Dana Hibah Ormas: Alokasi yang Perlu Ditinjau Ulang

Pemerintah daerah mengalokasikan dana hibah yang signifikan kepada ormas. Sebagai contoh, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2025 mengalokasikan Rp125,2 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk 1.248 ormas. Setiap ormas menerima dana bervariasi, mulai dari Rp25 juta hingga Rp1 miliar, tergantung pada besaran program yang diajukan.

Pemberian hibah kepada ormas bertujuan untuk mendukung partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Namun, dalam praktiknya, mekanisme seleksi dan evaluasi penggunaan dana hibah sering kali kurang transparan dan akuntabel. Banyak ormas yang menerima dana hibah tidak memiliki rekam jejak yang jelas dalam kontribusi nyata kepada masyarakat. Sebaliknya, sekolah swasta yang telah terbukti berperan dalam mencerdaskan anak bangsa justru menghadapi keterbatasan dana operasional, infrastruktur yang minim, dan kesejahteraan guru yang rendah. 

Menata Ulang Skala Prioritas

Negara perlu meninjau ulang skala prioritas dalam alokasi anggaran. Dana hibah kepada ormas sebaiknya diberikan secara selektif, dengan mekanisme seleksi yang transparan dan evaluasi yang ketat terhadap dampak nyata program yang dijalankan. Sementara itu, sektor pendidikan swasta memerlukan dukungan yang lebih besar dari pemerintah, mengingat peran strategisnya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Langkah-langkah yang dapat diambil antara lain: 

1. Transparansi dan Akuntabilitas Dana Hibah Ormas: Membuka data penerima hibah, kegiatan yang dibiayai, dan laporan pertanggungjawaban kepada publik. 
2. Peningkatan Dukungan untuk Pendidikan Swasta: Menyediakan bantuan operasional, beasiswa untuk siswa tidak mampu, dan tunjangan bagi guru di sekolah swasta. 
3. Evaluasi dan Reformasi Kebijakan Anggaran: Melakukan audit terhadap efektivitas penggunaan dana hibah dan menyesuaikan kebijakan anggaran berdasarkan hasil evaluasi tersebut. 


Penutup: Investasi untuk Masa Depan Bangsa

Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang menentukan masa depan bangsa. Negara yang bijak adalah negara yang menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama dalam pembangunan. Sudah saatnya pemerintah menata ulang skala prioritas anggaran, dengan memberikan perhatian yang lebih besar kepada sektor pendidikan, khususnya pendidikan swasta yang telah terbukti berkontribusi nyata dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional, pernah mengatakan, "Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu." Pernyataan ini menegaskan bahwa pendidikan seharusnya menjadi prioritas utama dalam pembangunan bangsa. 

Penulis: Pegiat dan Pemerhati Pendidikan

Popular posts from this blog

Quotation from Truth and Method

"Time is no longer primarily a gulf to be bridged, because it separates, but it is actually the supportive ground of process in which the present is rooted. Hence temporal distance is not something that must be overcome. This was, rather, the naive assumption of historicism, namely that we must set ourselves within the spirit of the age, and think with its ideas and its thoughts, not with our own, and thus advance towards historical objectivity. In fact the important thing is to recognise the distance in time as a positive and productive possibility of understanding. It is not a yawning abyss, but is filled with the continuity of custom and tradition, in the light of which all that is handed down presents itself to us." (Gadamer 1975: 264f.) "Understanding is not to be thought of so much as an action of one's subjectivity, but as the placing of oneself within a process of tradition, in which past and present are constantly fused." (Gadamer 1975: 258) "The ...

transforming the cogntive knowledge

Impact on the state's economic growth and increased development in areas perceived lack of passion, especially passion to improve or expand its business wing. It is characterized by operating activities in the region has not been able to address the problems of unemployment and poverty and jittery local businessmen with government policy on ASEAN Free Trade Area / AFTA in 2010. While looking at all forms of economic enterprise that was founded by entrepreneurs in the form of small and large businesses have a common goal, as reflected in the Basic Law 45 is the realization of prosperity with justice for all Indonesian people, and increasing the quality of people and communities in Indonesia, while enhancing self-reliance as nation. Weak passion is understood one of the logical consequence of the lack of transformation in combining business knowledge or synergy potential. In other words the lack of communication between local businessmen with businessmen outside the area (national an...

women and our forest

Forest bald causes of natural disasters has now become one of the serious threat to human safety and health (human security). Parties who most feel the impact of natural disasters are vulnerable populations, such as women and children. A study conducted by the London School of Economics and Political Science of the 141 countries affected by disasters in the period 1981-2002 also found a strong link between natural disasters and socio-economic status of women. Natural disaster turned out to result in a decrease in female life expectancy and increasing gender gap in society. This suggests that women turned out to be the biggest victims of various natural disasters. Consequently, there is increased poverty among women and the opening of the gap of gender inequality because women have to bear the double burden of responsibility is heavier than males. The problem, various empirical facts on the impact of natural disasters on women is not accompanied by awareness of the importance of involvi...