Brebes, September 2025 –
Program Ketahanan Pangan (Ketapang) Desa tahun anggaran 2025 yang digadang-gadang menjadi salah satu prioritas penggunaan Dana Desa sesuai amanat Permendes RI No. 2 Tahun 2024 hingga kini belum juga terealisasi di sejumlah desa di Kabupaten Brebes. Padahal, aturan tersebut secara tegas menyebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (4) bahwa program Ketapang wajib dialokasikan paling sedikit 20 persen dari pagu Dana Desa yang diterima pemerintah desa.
Harapan dari Kebijakan Nasional
Pemerintah pusat merancang program Ketapang sebagai salah satu langkah strategis dalam mewujudkan swasembada pangan nasional sekaligus mendukung agenda Makan Bergizi Gratis yang sedang digalakkan di berbagai tingkatan. Tujuan utama program ini bukan sekadar menjaga ketahanan pangan di tingkat lokal, tetapi juga memperhatikan aspek kelestarian lingkungan dan pengembangan kawasan pedesaan.
Lebih lanjut, Permendes PDTT No. 3 Tahun 2025 menegaskan bahwa implementasi Ketapang harus akuntabel, transparan, dan tepat sasaran. Selain itu, regulasi ini mengamanatkan agar BUM Desa menjadi pelaksana sekaligus pengelola utama. Dengan demikian, program Ketapang diharapkan tidak hanya menjaga ketersediaan pangan, tetapi juga:
• Meningkatkan pendapatan masyarakat desa
• Membuka lapangan kerja baru
• Mengurangi angka kemiskinan pedesaan
• Mendorong kemandirian ekonomi desa
Realitas di Lapangan: Brebes Tertinggal
Sayangnya, memasuki bulan September 2025, realisasi program Ketapang di Brebes masih minim. Beberapa desa belum menjalankan kegiatan sebagaimana mestinya. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa program yang sudah jelas dasar hukumnya justru mandek di tingkat implementasi?
Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab antara lain:
• Keterlambatan koordinasi antara Pemdes, BPD, pendamping desa, dan pihak penyalur dana.
• Minimnya pemahaman teknis mengenai aturan pelaksanaan program yang menekankan keterlibatan BUM Desa.
• Kurangnya kesepahaman antar-stakeholder desa, sehingga program tidak berjalan sesuai target waktu.
• Birokrasi pencairan dana yang memakan waktu lama.
Lambatnya pelaksanaan program Ketapang jelas berdampak pada menurunnya optimisme masyarakat desa. Padahal, mereka menaruh harapan besar agar program ini dapat menjadi solusi dalam menghadapi kenaikan harga pangan dan memperkuat perekonomian lokal.
Pentingnya Sinergi dan Kesepahaman Bersama
Keterlambatan realisasi ini seharusnya menjadi alarm peringatan bagi semua pihak terkait. Tanpa kesepahaman bersama antara Pemdes, BPD, pendamping desa, serta pihak penyalur dana, program Ketapang dikhawatirkan tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan.
Diperlukan langkah cepat berupa:
• Rapat koordinasi lintas lembaga desa untuk menyatukan pemahaman mengenai teknis dan regulasi.
• Penguatan kapasitas BUM Desa sebagai motor utama program, baik dari sisi manajemen maupun akses pasar.
• Monitoring dan evaluasi berkala agar penggunaan Dana Desa lebih tepat sasaran dan sesuai aturan.
• Pendampingan intensif dari pihak kabupaten maupun kementerian agar program tidak sekadar formalitas, tetapi benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat.
Penutup
Program Ketahanan Pangan Desa (Ketapang) bukan hanya soal kewajiban penggunaan Dana Desa, tetapi lebih jauh merupakan strategi kemandirian desa dalam menjawab tantangan pangan, gizi, dan kesejahteraan masyarakat.
Jika Brebes dan desa-desa lainnya ingin menjadi pionir ketahanan pangan di tingkat lokal, maka realisasi program tidak boleh lagi tertunda. Saatnya seluruh pemangku kepentingan desa bersinergi, bergerak cepat, dan bekerja nyata agar regulasi yang sudah jelas benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat.
Penulis
Khamim Hidayat,M.Pd
Dir.Bumdes Bangkit Bergerak (Desa Wanatirta-Paguyangan)